PAGI itu, Putri Emma berjalan-jalan di samping taman kerajaan. Para pelayan berlalu lalang. Mereka sangat sibuk pagi-pagi begini. Di kandang kuda, dilihatnya beberapa orang gadis pemerah susu tengah bekerja. Tiba-tiba, sebuah ide nakal terbersit di kepala Putri Emma.
“Bibi… Bibi, bagaimana kalau kita sembunyikan satu ember susu milik gadis itu?” usul Putri Emma dengan girangnya. Ia menunjuk pada seorang gadis pemerah susu. Gadis itu masih muda dan cantik, tapi kelihatannya ia sering bekerja keras. Sepagi ini, keringat sudah membasahi dahinya.
Tapi, Bibi Boti adalah inang pengasuh yang cerdas dan sabar. Ia tahu betul watak Putri Emma yang telah diasuhnya sejak kecil. Putri Emma tidak pernah berniat jahat. Ia hanya sedikit usil dan suka iseng. Meskipun, kadang-kadang isengnya itu keterlaluan dan membuat orang lain marah.
“Mengapa harus menyembunyikan satu ember susu?” tanya Bibi Boti pura-pura tidak tahu. Dia tidak ingin Putri Emma terus menerus menjadi putri cantik yang jahil.
“Hihihi,” Putri Emma terkikik.
“Dia pasti akan sangat kebingungan mencari embernya. Nanti, kalau dia sudah hampir menangis, baru kita tunjukkan embernya. Dia pasti gembira menemukan ember susunya lagi. Hihihi… padahal kita yang menyembunyikan…,” lanjutnya.
“Mengapa kita tidak membuat gadis itu gembira tanpa membuatnya menangis lebih dulu?” ucap Bibi Boti, menawarkan ide.
“Maksudnya?”
“Kita berikan kejutan untuk gadis pemerah susu itu,” kata Bibi Boti.
“Kejutan apa? Bagaimana caranya?” tanya Putri Emma antusias. Dia mulai tertarik dengan usul Bibi Boti.
“Kita taruh saja sepotong roti di dalam kotak bekal makanan gadis pemerah susu itu,” ucap Bibi Boti sambil menunjuk tas milik gadis pemerah susu yang tergeletak di samping kandang kuda istana.
Putri Emma tampak berpikir, ia mempertimbangkan ide Bibi Boti.
“Baiklah,” ucapnya seraya berlari ke dapur istana. Ketika ke luar, di tangannya tampak sepotong besar kue coklat yang lezat. Ia lalu memasukkan kue itu ke dalam tas si gadis pemerah susu.
“Sekarang, apa yang harus kita lakukan Bibi?”
“Ayo kita sembunyi di balik rumpun bunga itu. Nanti ketika gadis pemerah susu itu selesai bekerja, kita lihat bagaimana reaksinya,” ajak Bibi Boti.
Putri Emma dan Bibi Boti pun bersembunyi di balik rumpun bunga yang lebat. Mereka menunggu-nunggu kapan gadis pemerah susu itu akan selesai bekerja.
Putri Emma baru sekali itu memperhatikan para gadis pemerah susu bekerja. Sebelumnya, tiap kali Putri Emma melewati kandang kuda, ia hanya melihat pekerjaan para gadis pemerah susu itu sepintas saja.
“Ternyata, memerah susu kuda itu tidak gampang ya, Bibi,” bisik Putri Emma. Bibi Boti menatap Putri Emma dan mengangguk.
“Iya, harus teliti dan sabar,” tambah Bibi Boti.
***
Tak berapa lama kemudian, lonceng istana berdentang dua kali tanda para pemerah susu dan pekerja taman harus beristirahat. Gadis pemerah susu yang sejak tadi mereka perhatikan ikut beristirahat. Gadis itu mungkin hanya beberapa tahun lebih tua dari Putri Emma. Ia mengenakan gaun hitam dan topi putih yang biasa dipakai oleh para gadis pemerah susu. Rambutnya dijalin menjadi dua kepangan, membuatnya tampak manis.
Gadis pemerah susu itu baru saja menyerahkan ember-ember susu yang telah diperahnya kepada pengawal istana. Ia kemudian berjalan mendekati tasnya yang tergeletak. Melihat langkah kaki gadis pemerah susu itu, hati Putri Emma berdebar-debar dari balik persembunyiannya di belakang rumpun bunga.
Ketika gadis pemerah susu itu membuka tas, ia sangat terkejut. Ia menemukan sepotong roti coklat di dalam kotak bekal makanannya. Padahal, sebelumnya ia hanya membawa beberapa keping biskuit kering. Ia tampak girang sekaligus takut.
“Apakah roti ini milik kalian?” Gadis pemerah susu itu menunjukkan potongan besar roti coklat kepada temante-mannya. Para gadis pemerah susu itu ikut terkejut.
“Tidak, tidak…”
“Bukan milikku,” ucap mereka sahut menyahut.
“Barangkali roti itu memang diberikan oleh Tuhan sebagai rezeki untukmu,” ucap salah seorang di antara teman-temannya.
“Sungguh? Benarkah tidak ada yang memilikinya di antara kalian?” tanyanya sekali lagi. Teman-temannya menggelengkan kepala.
Gadis pemerah susu itu tampak sangat bahagia. Kebetulan sekali, tadi pagi ia belum sarapan. Ia kemudian memotong-motong roti itu, sebagian untuk dirinya dan sebagian lagi ia bagikan kepada teman-temannya.
“Hmm… Lezaaatt!” seru mereka.
“Aku belum pernah makan roti seenak ini! Alangkah baik hatinya orang yang telah memberikan roti ini ke dalam tasmu,” ucap seorang yang lain. Gadis pemerah susu itu mengangguk-angguk. Mulutnya penuh dengan roti coklat nan lezat, sementara matanya berbinar-binar.
Dari balik rerimbunan semak, Putri Emma menangis terisak-isak di samping Bibi Boti menyaksikan kebahagiaan gadis pemerah susu itu. Andai tadi dia menyembunyikan seember susu milik gadis tersebut, mungkin gadis itu sekarang sudah menangis ketakutan karena takut dihukum oleh pengawal istana. Tapi, sekarang Putri Emma bisa melihat gadis pemerah susu itu tersenyum bahagia sambil menikmati roti lezat setelah bekerja keras sepanjang hari.
Ia pun sadar sikap usilnya sering kali membuat orang marah. Hari ini Putri Emma mendapatkan pelajaran berharga dari gadis pemerah susu dan Bibi Boti. Jika kita bisa membuat orang lain tersenyum, mengapa kita harus membuatnya menangis?