Janji Seorang Badut

TUAN Charlie dan Nyonya Martha memutuskan untuk pulang ke kampung halaman mereka. Sejak muda Tuan Charlie telah menjadi badut di istana dan Nyonya Martha menjadi juru masak di istana. Sekarang usia Tuan Charlie 60 tahun dan Nyonya Martha 55 tahun. Mereka ingin menikmati hari tua di kampung.
“Aku akan punya banyak waktu untuk memasak dan menciptakan aneka resep masakan. Apa yang akan kau lakukan, Charlie?” tanya Nyonya Martha.
“Aku punya rencana, tetapi aku tak yakin apa mampu melakukannya,” jawab Tuan Charlie.
“Bila rencanamu itu membuatmu bahagia, aku akan selalu mendukungmu, Charlie,” sahut Nyonya Martha.
Tuan Charlie dan Nyonya Martha tidak memiliki anak. Selama ini rumah mereka diurus oleh Chaplin, adik Tuan Charlie.
“Kuharap Chaplin bisa membantu melaksanakan rencanaku,” kata Tuan Charlie.
“Chaplin itu adik yang baik. Dia juga cakap melakukan banyak hal. Aku yakin dia mau membantumu. Segeralah kau hubungi dia, Charlie,” sahut Nyonya Martha.
Tuan Charlie segera menuju rumah Chaplin dan menyampaikan rencananya.
“Baiklah, Kakak. Aku akan membantumu. Beri waktu aku dua hari,” kata Chaplin.
Dua hari kemudian Chaplin datang ke rumah Tuan Charlie bersama tiga orang pemuda.
“Aku telah mencari ke semua penjuru kampung dan aku menemukan mereka. Ini Edward, Albert, dan Robert. Mereka bersaudara,” kata Chaplin.
“Terima kasih, Adikku,” sahut Tuan Charlie, lalu bertanya kepada tiga pemuda itu, “Kalian siap menjadi badut?”
“Siap, Tuan Charlie!” jawab tiga pemuda itu serempak.
***
Ilustrasi%2BCerpen%2BAnak%2B %2BSuara%2BMerdeka%2B2%2BApril%2B2017
Hari itu Tuan Charlie menjadi guru dan tiga pemuda itu menjadi muridnya. Setiap sore tiga pemuda tersebut datang ke rumah Tuan Charlie untuk belajar menjadi badut. Tuan Charlie gembira karena ketiga muridnya itu menunjukkan perkembangan yang bagus.
Enam bulan kemudian Tuan Charlie merasa bahwa ketiga muridnya sudah pantas menjadi badut sungguhan. Tuan Charlie segera memanggil Chaplin.
“Mereka sudah pantas untuk tampil dalam pertunjukan badut. Kau bentuklah sebuah grup badut dan kau menjadi manajernya. Kau umumkan ke semua orang, kalau ada yang butuh pertunjukan badut dapat menghubungimu,” kata Tuan Charlie.
“Baiklah, Kakak. Tetapi, apa nama grupnya?” jawab Chaplin.
Tuan Charlie dan Chaplin saling mengusulkan nama grup badut, hingga akhirnya mereka memilih nama Trio Badut Kampung Weston.
Pertunjukan pertama grup Trio Badut Kampung Weston adalah di acara ulang tahun anak kepala kampung. Pertunjukan kedua di acara ulang tahun anak Tuan Jonathan. Pertunjukan ketiga, keempat, dan seterusnya tak terhitung lagi. Tuan Charlie gembira karena nama grup badut itu kini terkenal di mana-mana.
“Sekarang rencana berikutnya. Aku telah menulis surat kepada Raja David dan beliau setuju dengan rencanaku,” kata Tuan Charlie suatu malam kepada Nyonya Martha.
“Tapi bagaimana dengan Chaplin? Bila rencanamu itu terwujud, Trio Badut Kampung Weston tidak memerlukan Chaplin lagi,” kata Nyonya Martha.
“Itulah yang kupikirkan, Martha.”
“Kau sudah bicarakan dengan Chaplin?” tanya Nyonya Martha.
“Besok aku akan ke rumahnya,” jawab Tuan Charlie.
***
Esoknya, Tuan Charlie menemui Chaplin dan membicarakan rencananya. Seperti biasa, Chaplin selalu mendukung rencana kakaknya.
“Kau tak perlu merasa bersalah padaku, Kakak. Aku masih punya ladang dan aku akan kembali menjadi petani, bila tak lagi menjadi manajer grup badut itu,” kata Chaplin.
“Terima kasih atas pengertianmu, Adikku,” sahut Tuan Charlie gembira.
Suatu hari Tuan Charlie mengantar tiga pemuda muridnya ke istana. Mereka disambut dengan senyum ramah Raja David. “Perkenalkan ketiga murid saya ini, Baginda. Mereka bersaudara. Yang tertua bernama Edward, lalu dua adiknya Albert dan Robert. Mereka badut yang hebat, Baginda,” kata Tuan Charlie.
“Aku ingin melihat pertunjukan mereka,” sahut Raja David.
Trio Badut Kampung Weston segera tampil di hadapan Raja David dan sang raja pun gembira melihatnya.
“Baiklah, Charlie. Aku menerima mereka menjadi badut istana,” kata Raja David.
Kabar itu tentu saja menggembirakan. Edward, Albert, dan Robert berseru bahagia, melonjak, lalu memeluk Tuan Charlie.
“Sekarang kalian telah menjadi badut istana. Bekerjalah dengan baik,” kata Tuan Charlie sebelum pamit pulang.
***
Di rumahnya di Kampung Weston, kebahagian tampak di wajah Tuan Charlie. Suatu malam, Tuan Charlie duduk di teras rumahnya, memandang langit yang penuh bintang. Di dekatnya, Nyonya Martha duduk memandang Tuan Charlie dan bertanya, “Apa yang kau pikirkan, Charlie?”
“Aku bersyukur pada Tuhan. Dulu, ketika aku hendak pensiun sebagai badut, Raja David sempat menolak. Tetapi aku memaksa dan Raja David tak mampu lagi mencegah. Tetapi, Raja David memintaku berjanji agar suatu saat aku mengirim badut ke istana sebagai penggantiku. Kini, janjiku itu telah kulaksanakan. Ketiga muridku sudah resmi menjadi badut istana. Aku sungguh lega dan bahagia, Martha,” kata Tuan Charlie.
“Lalu, apa rencanamu berikutnya, Charlie?” tanya Nyonya Martha.
“Rencanaku? Hmm, yang kupikirkan sekarang aku ingin tidur lelap. Dan ketika bangun esok pagi, kuharap Tuhan telah memberiku rencana yang baik,” kata Charlie.
“Tuhan selalu punya rencana yang baik, Charlie,” sahut Nyonya Martha.
Tuan Charlie menggandeng tangan Nyonya Martha memasuki rumah, lalu menutup pintu. Di luar rumah, langit penuh bintang. Bintang-bintang itu bersinar seperti ikut bahagia melihat kebahagian Tuan Charlie dan Nyonya Martha.
Rujukan
[1] Disalin dari karya Sulistiyo Suparno
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Suara Merdeka” 2 April 2017

You might also like

Hidup kita itu sebaiknya ibarat “Bulan 🌙 & Matahari” 🌞 dilihat orang atau tidak, ia tetap Bersinar. di Hargai orang atau tidak, ia tetap menerangi. di Terima kasihi atau tidak, ia tetap “Berbagi” ツ