Hutan Mangrove Pamurbaya

“SEBENARNYA, kita mau ke mana, Kak?” tanya Meta.
“Rahasia.” Kak Lia mengedipkan matanya. “Ayo berangkat.”
Sebentar kemudian, mereka berdua sudah melaju di atas motor. Semalam, Kak Lia berjanji membantu Meta dalam mengumpulkan bahan tulisan untuk tugas mengarang bertemakan Hari Cinta Satwa dan Puspa Nasional di sekolah Meta.
Setelah kurang lebih satu jam melintasi jalan-jalan di pusat kota Surabaya hingga mengarah ke bagian Timur Kota Pahlawan ini, Kak Lia lalu menghentikan motornya. Di depan mereka terbentang perairan luas yang dipenuhi pepohonan hijau.
“Tempat apa ini, Kak?” Meta mengedarkan pandangan.
“Ekowisata Hutan Mangrove Pamurbaya.”
Ilustrasi%2BCerpen%2BAnak%2BNusantara%2BBertutur%2BKoran%2BKompas%2Bedisi%2BMinggu%2B31%2BDesember%2B2017
Meta hanya melongo mendengarnya.
Kak Lia lalu berkata lagi, “Ekowisata adalah kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan, mangrove itu bakau, sedangkan Pamurbaya singkatan dari Pantai Timur Surabaya. Gimana, siap untuk mencatat?”
Meta pun mengangguk. “Siap. Meta ingin tahu jenis tanaman yang ada di kawasan ini, Kak.”
“Ada berbagai jenis tanaman yang bisa dijumpai di sini, seperti bakau, api-api, pidada, ketapang, dan nipah. Selain itu, banyak pula tumbuhan non bakau introduksi, yaitu hasil kegiatan reboisasi atau penghijauan kembali. Di antaranya waru laut, tanjang, nyamplung, dan bintaro,” tutur Kak Lia.
“Kalau satwanya apa saja, Kak?”
“Di Mangrove Pamurbaya, kita bisa menjumpai monyet ekor panjang yang hidup secara berkoloni atau berkelompok. Mereka memiliki peranan penting karena membantu penyebaran biji-bijian bakau. Beberapa jenis reptil seperti ular sanca, biawak, dan ular tambak juga menghuni kawasan hijau ini.”
Kak Lia lalu mengajak Meta bergabung dengan pengunjung lain menuju perahu yang akan mengantar pengunjung berkeliling.
Beberapa burung keluar dari semak-semak, lalu terbang saat mereka melintas.
“Wah, banyak juga burungnya.” Meta berdecak kagum.
“Iya, Pamurbaya menjadi tempat tinggal aneka jenis burung, seperti sikatan bakau dan burung khas Jawa, misalnya cerek jawa dan bubut jawa. Beberapa ikan komoditas tambak seperti mujaer, manyung, dan sembilang banyak dijumpai di sini.”
“Kak Lia hebat. Tahu seluk beluk ekowisata hutan mangrove ini.”
Kak Lia tersenyum. “Kampus kakak beberapa kali mengadakan reboisasi ke sini.”
“Kenapa harus direboisasi, Kak? Bukankah masih banyak pohon bakau di Pamurbaya?” tanya Meta.
“Tumbuhan itu sama dengan hewan dan manusia, punya batasan umur. Jadi, reboisasi diperlukan agar kawasan mangrove yang menjadi tempat hidup aneka satwa ini bisa dilestarikan keberadaannya.”
Meta manggut-manggut. Ia ingin mengikuti jejak Kak Lia untuk ikut andil dalam menjaga keberlangsungan hidup kawasan hutan mangrove Pamurbaya.
Rujukan:  
[1] Disalin dari karya Elisa DS
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Kompas” rubrik Nusantara Bertutur edisi Minggu, 31 Desember 2017

You might also like

Hidup kita itu sebaiknya ibarat “Bulan 🌙 & Matahari” 🌞 dilihat orang atau tidak, ia tetap Bersinar. di Hargai orang atau tidak, ia tetap menerangi. di Terima kasihi atau tidak, ia tetap “Berbagi” ツ