Harta Karun di Hutan Lotus

Putri Karina merasa bingung. Pagi-pagi sekali ia mendapatkan sebuah surat misterius berbunyi: Hutan Lotus, Harta Karun, 630. Dahinya berkerut. Apa maksudnya? Benarkah ada harta karun di sana? Tanyanya dalam hati. Seingatnya, Hutan Lotus adalah sebuah hutan yang berisi aneka tumbuhan lebat dan terkenal angker. Banyak masyarakat yang tidak berani ke sana.
Tapi, jika memang ada harta karun yang tersimpan di sana, Putri Karina berharap harta karun tersebut bisa digunakan untuk membayar hutang ke Kerajaan Alyoska, kerajaan yang sekarang sedang menawan ayahnya. Jika dalam kurun waktu satu tahun ke depan kerajaanya yaitu Kerajaan Kiryosi tidak bisa melunasi hutang, maka ayah akan dijadikan tawanan seumur hidup dan Kerajaan Kiryosi akan menjadi milik Kerajaan Alyoska. Putri Karina tidak menginginkan itu. Ia kemudian memacu kudanya dengan cepat. Ia tidak boleh membuang waktu.
***
Hutan lebat, suasana mencekam, dan membingungkan. Putri Karina memasuki Hutan Lotus dengan hati bergetar. Dilihatnya sekeliling. Sepertinya pohon-pohon di Hutan Lotus tidak tumbuh sembarangan, hutan tersebut diatur sedemikian rupa agar manusia yang masuk akan kebingungan dalam memilih jalur. Karena itu, banyak cerita yang beredar bahwa tidak ada orang yang bisa keluar dengan selamat jika sudah memasuki hutan tersebut.
Putri Karina menghela nafas. Ia tidak mau mati sia-sia di hutan ini. Ia harus memecahkan misteri dari surat yang diterimanya. Hutan Lotus, Harta Karun, 630. Apa maksudnya ini? tanyanya dalam hati. Di tengah kebingungannya, Putri Karina menunggang kuda tanpa arah. Tanpa sengaja ia menemukan sebuah kolam yang ditumbuhi aneka bunga lotus. Putri Karina terkesima. Tanpa pikir panjang ia kemudian turun dari kuda dan mendekati bunga lotus paling besar yang berada di ujung kolam. Namun ketika ia hampir mendekati ujung kolam, kakinya tiba-tiba terperosok masuk ke dalam jurang. Sepertinya ada jebakan!
***
Ilustrasi%2BCerpen%2BAnak%2B %2BSuara%2BMerdeka%2B30%2BApril%2B2017
Putri Karina tersandung. Dirasakan perih di kakinya. Suasana sepi sunyi. Ternyata Putri Karina terperosok ke dalam gua.
“Halo, apakah ada orang?” Putri Karina berteriak.
Tapi yang terdengar hanyalah gaung dari suaranya sendiri. Putri Karina kemudian berjalan menyusuri lorong gua sambil meraba dinding gua. Ada yang aneh dari salah satu dinding gua. Dinding tersebut tidak rata seperti yang lain. Apakah ini pintu rahasia? Tanyanya dalam hati. Putri Karina kemudian mendorong dinding tersebut. Dinding itu bergeser dan terhamparlah buku-buku yang tersusun rapi dalam barisan rak.
Perpustakaan! Pekiknya dalam hati. Ia tak menyangka ada perpustakaan di dalam gua. Putri Karina lalu menyalakan obor dan masuk ke dalam. Dilihatnya buku-buku yang sudah berdebu. Buku-buku tersebut diklasifikasikan menurut subjeknya dengan sistem penomoran tertentu. Hutan Lotus, Harta Karun, 630. Putri Karina mangulang isi surat misterius itu dalam hati.
630, 630?! Putri Karina terperanjat ketika sampai di kelas 630. Jangan-jangan itu adalah kode dari sistem penomoran buku perpustakaan! Dilihatnya buku-buku di kelas itu. Kelas tersebut memuat tentang pertanian, peternakan, dan teknologi yang berkaitan dengan kedua hal itu. Putri Karina lalu membacanya. Kemudian ada yang menghentak hatinya.
“Ini bukan jebakan, ini adalah sebuah petunjuk!” cetusnya dalam hati. Tiba-tiba ia mendapat ide.
***
“Aku ingin kalian mempelajari buku-buku yang ada di perpustakaan Hutan Lotus dan mengajari apa yang kalian ketahui kepada rakyat,” ucap Putri Karina setelah menceritakan perihal penemuannya di Hutan Lotus. Para cendekiawan dari berbagai bidang mengangguk-angguk setuju dengan ide yang dilontarkan oleh Putri Karina.
Perpustakaan di Hutan Lotus kemudian dibuka dan dipelajari dengan tekun oleh para cendekiawan. Setelah merasa cukup, para cendekiawan tersebut kemudian menyebar ke seluruh pelosok negeri untuk mengajari rakyat tentang segala hal. Tidak hanya tentang pertanian dan peternakan yang menjadi produk unggulan Kerajaan Kiryosi, tapi juga dari segi ekonomi, bahasa, komunikasi, ilmu alam, bahkan sastra.
“Putriku, mengapa kau tidak mengajari mereka tentang teknologi pertanian dan peternakan saja? Bukankah itu kode yang terdapat dalam isi surat misterius itu?” tanya Raja Karen, ayah Putri Karina, ketika beliau sudah terbebas dari tawanan dan kembali lagi ke Kerajaan Kiryosi.
Putri Karina tersenyum. “Tidak Ayahanda. Memang benar masalah kita terletak pada produksi dan kualitas pertanian dan peternakan kita yang jauh dari kerajaan lain, yang membuat kas keuangan kerajaan kita menurun dan terlibat banyak hutang. Tapi menurut saya, letak masalah terbesar rakyat kita adalah mereka kurang berpengetahuan tentang ilmu-ilmu lain. Semua ilmu itu berkaitan Ayahanda. Jadi, selain bisa menghasilkan uang dari produksi pertanian dan peternakan, saya juga ingin rakyat kita bisa berbahasa yang baik, mengerti tentang alam dan menjaganya, serta mengerti tentang keluhuran sastra. Dengan begitu, rakyat kita tidak hanya bisa hidup sejahtera, tapi juga tidak mudah dibohongi. Dan tak kalah penting, bermartabat,” ucap Putri Karina panjang lebar.
“Lalu, bagaimana caramu bisa keluar dari Hutan Lotus Anakku?” tanya Raja Karen menyelidik.
“Mudah saja Ayahanda. Semua pohon di sana diatur sedemikian rupa agar orang yang masuk ke dalam sana bingung dalam memilih jalur. Tapi ada satu pola yang berbeda, yaitu pohon beringin. Saya hanya mengikuti pola pohon beringin yang lurus mengikuti pergerakan cahaya matahari. Dan ternyata benar, pola itulah yang menjadi jalan keluarnya,” jelas Putri Karina.
“Selain bijaksana, ternyata kau juga cerdas, Nak,” ucap Raja Karen kagum.
“Tapi apakah kamu yakin di Hutan Lotus benar-benar tidak ada harta karun?” tanya Raja Karen dengan senyum misterius.
“Maksud Ayahanda? Apakah di sana benar-benar ada harta karun?” tanya Putri Karina dengan dahi berkerut dan mata melebar.
Raja Karen tertawa.
“Hahaha. Kau telah menemukan harta karun yang sebenarnya Nak, yaitu ilmu yang bermanfaat,” ucap Raja Karen sambil menepuk bahu Putri Karina. Putri Karina tersenyum. Tentu saja, ilmu adalah harta karun yang paling berharga.

Rujukan
[1] Disalin dari karya Hana Eka Ferayyana
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Suara Merdeka” 30 April 2017

You might also like

Hidup kita itu sebaiknya ibarat “Bulan 🌙 & Matahari” 🌞 dilihat orang atau tidak, ia tetap Bersinar. di Hargai orang atau tidak, ia tetap menerangi. di Terima kasihi atau tidak, ia tetap “Berbagi” ツ