Ada Apa dengan Mimo?

SORE baru saja menjelang. Menggeliat, seorang anak laki-laki bertubuh gemuk bangun dari tempat tidur berbentuk mobil balap dengan warna biru muda. Mimo, nama anak lelaki itu. Usianya baru delapan tahun, sekarang uduk di kelas dua sekolah dasar.
“Mimo … ada Irham, Aldi, dan Dion menunggu di depan,” Bunda berteriak dari dapur.
“Iya, Bunda,” jawab Mimo seraya beranjak dari tempat tidurnya.
Namun, langkah Mimo terhenti. Perutnya mendadak sakit seperti melilit-lilit. Segera Mimo menuju ke kamar mandi.
Di kamar mandi, perut Mimo tak juga kunjung berhenti terasa melilit. Padahal sudah tiga kali Mimo bolak-balik ke kamar mandi. Sebelum keluar, Mimo teringat kejadian saat disekolah tadi. “Aduuuuhhhh … kok perut Mimo sakit sekali ya?” rintih Mimo sambil memegangi perutnya.
Baru saja Mimo duduk di samping tempat tidurnya, tiba-tiba perutnya merasa ingin ke belakang lagi. Mimo setengah berlari menuju kamar mandi untuk kali keempat.
Mimo meringis saat di kamar mandi. Ia teringat saat di sekolah jajan banyak sekali.
Mulai dari siomay, gorengan, dan es sirup kesukaannya. Bahkan, Mimo menjadi lupa dengan bekal dari Bunda akibat makan jajanan tersebut.
***
“Mimo, ada Irham, Aldi, dan Dion. Mereka sudah menunggu lama di bawah. Katanya mau mengajak Mimo main bola di lapangan,” ucap Bunda saat memasuki kamar Mimo.
“Mimo tidak bisa ikut main, Bunda,” jawab Mimo seraya meringis menahan sakit perutnya.
“Lo, kenapa Mimo? Kamu sakit?”
Mimo mengangguk sembari memegangi perutnya yang melilit-lilit.
“Mimo tadi makan apa? Bekal yang Bunda bawakan juga tidak habis.”
“Hikss … hiks … Mimo jajan es sirup, siomay, dan gorengan, Bunda,” kata Mimo lirih sambil terisak.
“Maafkan Mimo, Bunda. Mimo janji tidak akan jajan sembarangan lagi.”
Bunda tersenyum. Dirangkul Bunda tubuh gembul Mimo, seraya berkata, “Ya sudah tidak apa-apa, Mimo. Sesekali boleh saja jajan di luar, asal jangan terlalu sering. Bukankah lebih baik makan bekal yang dibawa dari rumah? Selain sehat juga hemat. Uang jajan Mimo kan bisa ditabung untuk membeli barang lain?”
“Hiks … Hiks… Iya Bunda, mulai sekarang Mimo janji untuk lebih sering makan bekal dari Bunda dan tidak jajan sembarangan lagi,” ucap Mimo menyesal.
“Bagus! Itu baru anak yang hebat,” puji Bunda.
“Kalau begitu, Bunda ke luar dulu mau kasih tahu ke Irham, Aldi, dan Dion kalau Mimo tidak bisa ikut main hari ini. Sekalian Bunda ambilkan obat untuk Mimo.”
“Terima kasih, Bunda,” ujar Mimo sembari menghapus air matanya.
***
KEESOKAN harinya, bel istirahat berbunyi. Mimo memilih untuk tetap tinggal di kelas. Irham yang duduk satu meja dengan Mimo menatap bingung sebelum menyusul Aldi dan Dion yang sudah lebih dulu keluar kelas.
“Kamu kenapa tidak jajan, Mo?”
Ilustrasi%2BCerpen%2BAnak%2BSuara%2BMerdeka%2Bedisi%2BMinggu%2B14%2BJanuari%2B2018
Mimo menggeleng, lalu membuka bekal makanan dari Bunda.
“Wah lucu ya Mo, nasi kamu jadi kayak beruang,” seru Irham dengan mata berbinar.
“Kata Bunda ini namanya bento. Nasi dan lauknya sengaja dibuat mirip beruang biar aku semangat makan,” kata Mimo bangga. Irham yang melihat bekal Mimo jadi tergoda dan ingin ikut menyantapnya.
“Besok aku mau bilang Mama ah biar dibikinin bekal kayak kamu, lucu dan enak sepertinya,” kata Irham kepada Mimo. Mimo pun tersenyum dan di dalam hatinya berterima kasih kepada Bunda. Bunda memang hebat. (58)
Rujukan:  
[1] Disalin dari karya Miranda Seftiana
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Suara Merdeka” edisi Minggu 14 Januari 2018

You might also like

Hidup kita itu sebaiknya ibarat “Bulan 🌙 & Matahari” 🌞 dilihat orang atau tidak, ia tetap Bersinar. di Hargai orang atau tidak, ia tetap menerangi. di Terima kasihi atau tidak, ia tetap “Berbagi” ツ