Bermain Ayunan

BEL istirahat berdentang. Siswa-siswi SDN Bulak I Kandanghaur, Indramayu, Jawa Barat, berhamburan keluar dari kelas-kelasnya. Setelah menyantap jajanannya Hafsah, Luna dan Zallumy berlarian menuju ayunan yang berada di taman bermain.
“Hore aku duluan!” ucap Luna riang sambil tangannya menggerakkan ayunan itu berulang kali.
“Aku juga!” kata Hafsah tak kalah senangnya. Zallumy terpaksa menunggui kedua temannya, karena permainan ayunan itu hanya ada dua buah.
Beberapa saat kemudian, datanglah Zahrah bergabung. Hafsah dan Luna belum juga mau turun dari permainan ayunan.
“Gantian, dong!” ucap Zallumy memelas.
“Betul, gantian ya…?” timpal Zahrah.
“Tidak bisa. Karena kita yang duluan sampai di permainan ini,” kata Luna.
Ilustrasi 2BCerpen 2BAnak 2BKoran 2BKompas 2BNusantara 2BBertutur 2Bedisi 2BMinggu 2B5 2BMaret 2B2018
“Iya, salah sendiri. Kalian kalah cepat,” kata Hafsah kepada Zallumy dan Zahrah.
Dari teras ruang guru, Ibu Guru Salamah diam-diam memperhatikan keempat muridnya itu dengan seksama. Ibu Salamah kemudian menghampiri mereka.
“Ada apa ini? Kalian sedang memperdebatkan apa?” kata Ibu Salamah dengan suara lembut.
“Kami ingin naik ayunan, tetapi sepertinya Luna dan Hafsah tidak mau gantian. Betul kan, Zallumy?” Zahrah memberi penjelasan.
“Benar, Bu Salamah,” timpal Zallumy.
Kemudian Ibu Guru Salamah berkata, “Hafsah? Luna? Kenapa kalian tidak mau gantian?”
Hafsah dan Luna hanya bisa tertunduk mendengar pertanyaan Bu Salamah. Mereka berdua sadar telah berlaku serakah, dengan menguasai permainan ayunan. “Iya, Bu, maafkan kami,” kata Luna kemudian.
“Ya, sudah, kalian tidak perlu minta maaf sama Ibu. Minta maaflah kepada Zallumy dan Zahrah, karena kedua teman kalian ini sudah lama menunggu.”
“Maafkan kami ya, Zallumy, Zahrah,” pinta Hafsah dan Luna sambil turun dari ayunan mengulurkan tangannya.
Zallumy dan Zahrah pun memaafkan.
Ibu Guru Salamah tersenyum. “Apakah kalian mau Ibu ajari bermain ayunan dengan adil?”
“Adil? Maksudnya bagaimana, Bu?” tanya Zallumy.
“Agar satu dengan lainnya tidak menzalimi dan tidak merasa dizalimi. Karena adil tu salah satu maknanya adalah berlaku tidak zalim.”
“Bagaimana caranya, Bu?” Hafsah dan Luna giliran ganti bertanya.
“Coba Zallumy dan Zahrah sekarang yang naik ayunan dahulu. Lalu Hafsah dan Luna nanti mendorong dengan hitungan yang disepakati. Jika sudah selesai hitungannya, kalian bisa bergantian. Begitu seterusnya berulang. Adil, kan?”
“Wah, Ibu guru Salamah hebat!”
Zallumy, Zahrah, Luna dan Hafsah kemudian bermain ayunan dengan cara yang membuat mereka merasa adil dengan sesama teman. Dengan riang dan senang, mereka bergantian naik dan mendorong permainan ayunan. Hari itu pelajaran berbuat adil yang diberikan Ibu guru Salamah sangat membekas di hati.
 Rujukan:  
[1] Disalin dari karya Faris Al Faisal
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Kompas” rubrik Nusantara Bertutur edisi Minggu, 25 Februari 2018

You might also like

Hidup kita itu sebaiknya ibarat “Bulan 🌙 & Matahari” 🌞 dilihat orang atau tidak, ia tetap Bersinar. di Hargai orang atau tidak, ia tetap menerangi. di Terima kasihi atau tidak, ia tetap “Berbagi” ツ